Selasa, 02 September 2008

PELUANG USAHA DAN INVESTASI PADA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN KALBAR

BAB I. PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan secara struktural saat ini menjadi alternatif sumberdaya yang memiliki prospek bagi pertumbuhan ekonomi di daerah, sejalan dengan semakin berkurangnya potensi sumberdaya alam lainnya yang dapat digali dan dimanfaatkan sebagai modal dasar pembangunan. Selain daripada itu, otonomi daerah yang meletakkan paradigma otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, memposisikan Pemerintah Daerah menjadi pemerintahan yang kuat, mandiri dan mampu memberikan pengayoman yang proposional kepada masyarakat.
Perairan laut Provinsi Kalimantan Barat terletak pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 02 termasuk Selat Karimata, diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup memadai dalam pertumbuhan ekonomi bagi pembangunan, akan tetapi perkembangan tingkat pencapaian dalam pengelolaan dan pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan sejauh ini belum cukup menggembirakan mengingat :
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai masih dibawah tingkat pertumbuhan ekonomi daerah.
2. Kontribusi sektor Kelautan dan Perikanan dalam PDRB Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2006 menurut harga yang berlaku sebesar 2,57 % atau menurut harga konstan sebesar 1,80%, dengan demikian masih dirasakan sangat kecil.
3. Optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan belum tercapai, sehingga belum memberikan pemecahan bagi penanggulangan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kondisi investasi usaha dan perdagangan, kondisi orbitasi wilayah dan pemerataan pembangunan dari ketertinggalan, kemiskinan dan ketidakmampuan secara mandiri, serta kondisi ketidakberdayaan secara struktural maupun fungsional sejalan dengan upaya pemerintah dalam usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, penanggulangan kemiskinan dan daerah tertinggal serta penggerakan sektor-sektor ekonomi baru yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Nasional maupun daerah, maka sesuai dengan Motto Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yakni “ Harmonis dalam etnis, maju dalam usaha dan tertib dalam administrasi pemerintah “ yang selanjutnya dijabarkan dalam misi pembangunan yakni Mandiri Kalimantan Barat Incorporate, Kalimantan Barat yang Network, sejahtera secara material dan spiritual, serta pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Sehingga peluang pengembangan usaha dan investasi pada sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kalimantan Barat masih sangat terbuka luas dan sangat memungkinkan untuk dikembangkan pada saat ini untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, diantaranya yaitu :
• Pengembangan usaha perikanan tangkap
• Pengembangan usaha pembudidayaan ikan (ikan, kerang, kepiting, udang, rumput laut)
• Pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
• Pengembangan usaha wisata bahari (marine tourism)
• Pengembangan usaha jasa-jasa kelautan
• Penggalian harta karun dari kapal tenggelam
• Pengembangan energi berbasis kelautan.
Disamping itu, salah satu faktor yang sangat memungkinkan sumberdaya perikanan dikembangkan secara optimal dalam jangka panjang untuk menggerakan roda perekonomian Provinsi Kalimantan Barat adalah karena memiliki sifat dapat pulih kembali (renewable resources) secara alami apabila lingkungannya tetap terjaga dengan baik.


1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan peluang usaha dan investasi sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kalimantan Barat adalah:
• Untuk memaparkan potensi sumberdaya laut dan perikanan yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Barat
• Untuk memberikan gambaran peluang usaha dan investasi pada sektor kelautan dan perikanan yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan di Provinsi Kalimantan Barat.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dari penulisan peluang usaha dan investasi sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kalimantan Barat adalah:
• Semakin meningkatnya kalangan dunia usaha (investor) yang tertarik dan mau menamkan modal dan melakukan kegiatan usaha di sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kalimantan Barat.
• Semakin meningkatnya peran serta dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan pesisir dan laut karena mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.

BAB II. PROFIL & POTENSI SUMBERDAYA LAUT DAN PERIKANAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT

2.1. Kondisi Sumberdaya Laut & Perikanan Tangkap
Perairan laut Kalimantan Barat merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 02 Laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata, merupakan perairan pantai yang termasuk ke dalam paparan sunda (Sunda shelf) dengan kedalaman perairan di daerah pantai (in-shore) berkisar antara 0 – 29 m dan perairan laut lepas (off shore) berkisar antara 30 – 70 m.
Secara geografis perairan laut Kalimantan Barat terletak pada 02o LU – 03o LS dan 106o BT – 110o BT disebelah barat berbatasa dengan laut provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau Kepulauan, Laut Cina Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.
Secara umum potensi perairan Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil yang dimiliki meliputi :
1. Sumber daya yang dapat diperbaharui yakni perikanan, ekosistem mangrove, pulau-pulau kecil, terumbu karang dan rumput laut.
2. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui yakni bahan tambang dan mineral, barang muatan kapal tenggelam (BMKT) atau harta karun.
3. Energi kelautan seperti angin dan pasang surut, energi panas lautan dan energi gelombang.
4. Jasa-jasa kelautan seperti prasarana perhubungan, kepelabuhan dan pariwisata.
Adapun sejauh ini pemanfaatan yang dominan dilakukan adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui dan jasa-jasa kelautan, terutama Perikanan, Perhubungan, Kepelabuhan dan Pariwisata, sedangkan potensi sumber daya lainnya belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya.


Potensi fisik Sumber Daya Kelautan dan Perikanan meliputi :
1. Panjang garis pantai yang terbentang dari utara – selatan sepanjang 1.163 Km.
2. Luas daratan sebesar 148.807 Km2 yang didalamnya memiliki luas wilayah pesisir pantai sebesar 28.705,6 Km2.
3. Luas perairan laut sebesar 26.000 Km2.
4. Luas Kawasan Mangrove dan estuarine/Muara sungai sebesar 482.386,8 Ha.
5. Luas kawasan Terumbu Karang, Padang Lamun dan Laguna sebesar 1.974,8 Km atau 19.740.800 Ha.
6. Luas kawasan Budidaya Perikanan Meliputi :
a. Luas lahan Budidaya Laut sebesar : 13.018,04 Ha
b. Luas lahan Budidaya Ikan Payau sebesar : 29.303,99 Ha
c. Luas lahan Budidaya Keramba sebesar : 2.000 Ha
7. Jumlah pulau-pulau kecil sebanyak 217 pulau yang tersebar dari Utara hingga ke bagian Selatan Provinsi Kalimantan Barat.
Stabilitas kedalaman laut dipengaruhi banyak sungai besar dan kecil, sehingga banyak terdapat muara sungai dan daerah estuarin, kedalaman keadaan ini berpengaruh terhadap kualitas perairan terutama hingga pada radius lebih kurang 10 – 15 Km (10 mil laut).
Kalimantan Barat dijuluki sebagai Provinsi "seribu sungai". Hal ini karena di Kalbar terdapat Sungai Kapuas yang memiliki panjang sekitar 1.143 km dan merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang menjelajah 65% wilayah Kalimantan Barat. Sungai ini merupakan rumah dari lebih 300 jenis ikan dan menjadi urat nadi bagi kehidupan masyarakat di sepanjang aliran sungai. Sebagai sarana transportasi yang murah, Sungai Kapuas dapat menghubungkan daerah satu ke daerah lain di wilayah Kalimantan Barat. Dan selain itu juga merupakan sumber matapencaharian untuk menambah penghasilan keluarga dengan menjadi penangkap dan pembudidaya ikan.
Meskipun tidak memiliki banyak danau, namun di Kalbar terdapat beberapa danau yang cukup potensial seperti Danau Sentarum yang memiliki luas sekitar 117.500 Ha dan Danau Luar 1 dengan luas 5.400 Ha yang terletak di Kabupaten Kapuas Hulu.
Secara administrasi wilayah Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi 14 wilayah Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kapuas Hulu, Kota Singkawang dan Kota Pontianak, dengan jumlah penduduk tahun 2005 adalah 4.052.345 jiwa (Sumber:Data Statisitk Indonesia 2008). Adapun jumlah armada perikanan tangkap tahun 2006-2007 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Jumlah Armada Perikanan Tangkap di Kalimantan Barat
Jenis Armada 2006 2007
Perikanan Tangkap di Laut
- Perahu Tanpa Motor
- Motor Tempel
- Kapal Motor 8.695
2.086
2.911
3.698 8.617
1.995
2.898
3.724
Perikanan Tangkap di P. Umum
- Jukung
- Perahu Tanpa Motor
- Perahu Motor Tempel 6.549
113
5.147
1.289 6.533
135
5.169
1.229
Jumlah 15.244 15.1150

Adapun struktur kapal perikanan tangkap yang mendominasi di perairan Kalimantan Barat adalah sebagai berikut :

Sedangkan perkembangan ekspor hasil perikanan dari Provinsi Kalimantan Barat tahun 2006 – 2007 dapat dilihat pada tabel 3.

2.2. Profil dan Potensi Perikanan Budidaya
Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang sangat besar, yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan perikanan budidaya, baik laut maupun air payau. Peluang yang besar ini bila dimanfaatkan secara maksimal tentunya akan memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan produksi perikanan, pendapatan pembudidaya (masyarakat) dan daerah.

2.3. Potensi Jasa Kelautan, Wisata Bahari dan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT)
Potensi jasa kelautan yang selama ini dirasakan langsung oleh seluruh masyarakat adalah sebagai media transportasi antar kabupaten/kota, antar pulau, antar provinsi dan bahkan antar negara.
Jasa kelautan lain yang memiliki andil besar dalam meningkatkan devisa negara dan daerah adalah wisata bahari termasuk olahraga laut seperti snorkling dan diving. Lingkungan perairan pantai beserta kekayaan laut yang terkandung di dalamnya mempunyai nilai estetika yang tinggi. Terutama pantai-pantai yang memiliki gugus terumbu karang yang masih cukup bagus.

Sebaran terumbu karang di Kalimantan Barat terletak di P. Merendem (Utara), P.Lemukutan, P.Randayan (Bengkayang), P. Datok, P. Sentijan, P. Temajo (Kab. Pontianak), Kepulauan Karimata dan P. Gelam, P. Bawal, P. Cempedak, P. Sawit (Kayong Utara). Di Kepulauan Karimata hampir seluruh pulau-pulaunya mempunyai terumbu dan karena mempunyai luas yang besar maka kawasan ini dijadikan kawasan konservasi dengan status Cagar Alam Laut seluas 77.000 Hektar. Karang dan terumbu karang di Kalimantan Barat secara umum mempunyai daerah penutupan yang masih bagus sampai sedang.
Aktifitas pelayaran-pelayaran, niaga, penyebaran agama, misi-misi politik, menurut sumber-sumber sejarah yang ada, telah mulai memasuki kawasan perairan Indonesia (Nusantara) sejak awal-awal masehi. Berdasarkan faktor geografis termasuk kendala cuaca serta sistem navigasi di masa lampau yang masih sederhana dan berteknologi tradisional, maka tidak semua pelayaran di kawasan perairan Indonesia berhasil selamat tiba dan atau kembali dari tempat tujuannya. Banyak diantaranya kapal-kapal yang mengalami kecelakaan, menabrak karang, terserang badai, dan sebagainya. Banyaknya kapal-kapal yang tenggelam di perairan Indonesia, yang hingga saat ini belum bisa di data secara akurat berapa jumlahnya dan di mana saja lokasinya, terbukti dari banyaknya BMKT yang telah diangkat, baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal, dan telah beredar/diperjualbelikan di kalangan masyarakat lokal dan terutama internasional. Selain penjualan yang dilakukan melalui jasa pelelangan (aucktion) internasional, disinyalir banyak pula BMKT yang diperjualbelikan secara gelap (illegal). BMKT karena alasan nilai historis/arkeologis maupun karena kualitasnya, banyak diantaranya yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta dicari karena telah menjadi minat khusus para kolektor benda-benda lama (antiquarian) di seluruh dunia.
Dalam kaitan BMKT sebagai asset negara, yang dapat dimanfaatkan baik bagi kepentingan sejarah/arkeologi kelautan maupun ekonomi, Pemerintah Indonesia membuka peluang bagi sektor usaha jasa untuk memanfaatkan BMKT dengan sistem bagi hasil, dengan mendahulukan kepentingan pelestarian data arkeologi/sejarah kelautan. Atas dasar itu, pengelolaan BMKT, baik pada tahap proses perijinan (regulasi), pelaksanaan survey, pengangkatan, penyeleksian untuk kepentingan arkeologi/sejarah kelautan maupun penjualan/pelelangan untuk kepentingan PNBP, perlu mendapat pengawasan dan pengendalian yang serius. Selain karena potensi ekonominya, juga agar upaya pengelolaannya tidak cenderung memberi dampak negative dalam bentuk kerugian Negara serta pemusnahan/perusakan data arkeologi/sejarah kelautan. Target PNBP maupun pengkayaan khasanah data arkeologi/sejarah kelautan itu mungkin sulit tercapai jika pemanfaatannya tidak mentaati ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau bahkan dilakukan secara illegal.
Pada tahun 2006 telah ditemukan salah satu situs purbakala bawah laut di perairan Pulau Datuk Kabupaten Pontianak yang berjarak 52 mil dari Kota Pontianak dengan kedalaman 30 meter, yang berdasarkan hasil identifikasi awal Tim, keramik berasal dari Dinasti Sung (Song) (960 s.d. 1279) dengan ciri-ciri umum: tekanan pada bentuk dan hiasannya terbatas berupa goresan atau dicetak dan kebanyakan berglasir tunggal. Keramik Dinasti Sung dianggap para ahli dan kolektor merupakan hasil produksi mungkin yang paling bagus yang pernah tercapai dalam sejarah keramik dunia. Masa ini juga disebut zaman klasik dari seni keramik Cina.(Sumarah Adhyatman,1981:91). Jumlah keramik sitaan sebanyak 286. Adapun jenisnya berupa mangkuk, Guci, Ceret, Buli-buli, cawan, Patung, cawan , dan ceret logam . Kondisi keramik-keramik tersebut sebagian besar masih utuh tetapi masih tertutup teritip atau kondisi glasirnya sudah mulai aus.

2.4. Potensi Mangrove
Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tahun 1999 (Tim Fak. Kehutanan IPB) luas total ekosistem mangrove yang berpotensi di Kalimantan Barat sekitar 472.386,80 hektar dan tersebar merata di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sambas seluas 183.777,68 (38%), Pontianak 178.845,14 Ha (37,86%) dan ketapang seluas 109.742,98 Ha (23,23%). Tingkat kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kalimantan Barat terdiri atas rusak sedang dan rusak berat. Dari hasil delinasi peta tingkat kerusakan hutan mangrove diperoleh tingkat rusak sedang seluas 317.278 Ha dan rusak berat seluas 155.086,82 Ha. Ekosistem mangrove di kawasan hutan yang tergolong rusak berat terletak di Kabupaten Ketapang sekitar 17.569,25 Ha tergolong rusak sedang terletak di Kabupaten Pontianak (46.744,69 Ha). Sedangkan pada kawasan non hutan, tingkat kerusakan tergolong berat adalah Kabupaten Sambas seluas 47.5311,29 Ha dan tergolong rusak sedang terletak di Kabupaten Pontianak dengan luas 97.707,53 Ha.

BAB III. PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT KALBAR SECARA BERKELANJUTAN

Upaya pengembangan usaha perikanan yang berkelanjutan tidak terlepas dari peranan pengaturan tata ruang, karena mempunyai fungsi sangat penting untuk mensinergikan potensi sumberdaya di wilayah pesisir dan upaya pemanfaatannya sehingga menjadi optimal. Sinergisitas antara kawasan, komoditas unggulan dan teknologi akan dapat membangkitkan bentuk usaha perikanan yang efisien dan menguntungkan. Di bawah ini pada Gambar 3 diperlihatkan ilustrasi diagram perpaduan ketiga fariabel tersebut, yakni kawasan, komoditas unggulan dan teknologi.

3.1. Pengembangan Usaha Perikanan Berbasis Komoditas Unggulan
Komoditas unggulan hasil perikanan menjadi salah satu faktor pertimbangan yang cukup penting manakala masyarakat di wilayah pesisir berkeinginan hendak melakukan kegiatan usaha perikanan. Ciri-ciri komoditas unggulan secara biologi antara lain adalah; menggunakan bibit ikan/udang yang tahan terhadap penyakit, cepat besar, tahan terhadap perubahan temperatur, salinitas, dan perubahan-perubahan lingkungan yang ekstrim. Sedangkan, komoditas unggulan berdasarkan pertimbangan ekonomis adalah komoditas hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di pasaran.

3.2. Pengembangan Usaha Perikanan Berbasis Kawasan (Cluster)
Setiap kawasan di wilayah pesisir dan laut Kalimantan Barat memiliki karakter ekologi dan sosial yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pengembangan usaha perikanan baik perikanan tangkap, budidaya maupun pengolahan hasil perikanan harus mempertimbangkan hal tersebut dengan tujuan agar kegiatan usaha perikanan yang dilakukan oleh masyarakat tidak mengalami kegagalan, kerugian dan merusak lingkungan (gagal panen, hasil tangkapan rendah, dll). Kawasan di wilayah pesisir dan laut yang perlu mendapat pertimbangan dalam upaya pengembangan usaha perikanan antara lain adalah:
• Karakter kimia kawasan perairan (salinitas, PH, DO, kandungan bahan organik, kecerahan, kandungan lumpur dasar perairan, dll)
• Karakter fisika perairan (gelombang, arus, pasang-surut, temperatur, bentuk dasar perairan, dll)
• Daerah pemijahan ikan / udang
• Daerah perlindungan laut
• Faktor sosial (kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan pelabuhan, jalur pelayaran,dll).
Arah kebijakan pengembangan potensi sumberdaya perikanan budidaya Provinsi Kalimantan Barat dilakukan melalui :
1. Pengembangan produksi perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor melalui pengembangan produksi yang berorientasi pasar (marked oriented)
2. Pengembangan produksi perikanan budidaya untuk peningkatan konsumsi ikan dalam negeri (lokal dan nasional).
3. Pengendalian pemanfaatan sumberdaya perikanan budidaya dengan fokus pada peningkatan kepedulian pembudidaya ikan dalam pelestarian eksosistem penyangga lingkungan perikanan budidaya.
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pendekatan kebijakan yang ditempuh ditempuh melalui 3 pendekatan yaitu :

1. Pengembangan Kawasan (Cluster)
Dalam rangka memanfaatkan potensi tersebut, agar lebih terarah, berdaya guna dan memudahkan dalam pembinaan dibagi atas beberapa Klaster menurut jenis budidaya (laut, air payau, dan air tawar).
Klaster pengembangan budidaya laut terbagi atas :
a. Klaster Paloh di Kab. Sambas yang meliputi Kec. Paloh dan sekitarnya dengan komoditas yang direkomendasikan yaitu Lobster, Kerapu, dan Kakap Putih. Klaster ini memiliki keunggulan dengan pasar (Malaysia, Singapura, Riau Kepulauan)
b. Klaster P. Lemukutan di Kab. Bengkayang yang meliputi P. Lemukutan, P. Penata, P. Kabung dan beberapa pulau lainnya dengan komoditas yang direkomendasikan yaitu Rumput Laut (Euchema cottoni). Luas potensial Klaster ini untuk pengembangan rumput laut 6.000 ha.
c. Klaster Kubu Raya di Kab. Kubu Raya yang meliputi Kubu, Padang Tikar, Sui Kakap, Teluk Pakedai dan sekitarnya dengan komoditas yang direkomendasikan yaitu Kerapu dan Kakap Putih. Wilayah ini umumnya merupakan kawasan hutan lindung mangrove sehingga kegiatan ini diharapkan dapat mensinergikan antara perlindungan mangrove dan peningkatan perekonomian masyarakat.
d. Klaster P. Maya-Karimata di Kab. Kayong Utara dengan komoditas yang direkomendasikan meliputi Kakap Putih, Kerapu, Rumput laut dan Lobster.
e. Klaster P. Bawal di Kab. Ketapang yang meliputi Kec. Kendawangan dan sekitarnya dengan komoditas yang direkomendasikan meliputi Kakap Putih, Kerapu, Rumput laut dan Lobster.
Klaster pengembangan budidaya air payau terbagi atas :
a. Klaster Paloh di Kab. Sambas yang meliputi Kec. Paloh dan sekitarnya dengan komoditas yang direkomendasikan yaitu Udang Windu, Udang Vanname dan Bandeng.
b. Klaster Jawai di Kab. Sambas yang meliputi Kec. Jawai dan Jawai Selatan dengan komoditas yang direkomendasikan yaitu Udang Windu, Udang Vanname dan Bandeng.
c. Klaster Kubu Raya di Kab. Kubu Raya yang meliputi Kubu, Padang Tikar, Sui Kakap, Teluk Pakedai dan sekitarnya dengan komoditas yang direkomendasikan yaitu Udang Windu, Udang Vanname dan Bandeng.
d. Klaster Sukadana di Kab. Kayong Utara yang meliputi Kec. Sukadana da Kec. Dusun dan sekitarnya dengan komoditas yang direkomendasikan Udang Windu, Udang Vanname dan Bandeng.
e. Klaster Air Hitam di Kab. Ketapang yang meliputi Kec. Kendawangan dan sekitarnya dengan komoditas yang direkomendasikan Udang Windu, Udang Vanname dan Bandeng.
2. Pengembangan Komoditas Pasar (Market oriented commodity)
Pengembangan komoditas pasar diharapkan untuk lebih memacu perkembangan usaha budidaya menjadi sebuah usaha yang prospektif, dan bankable dalam segi pasar. Komoditas yang berorientasi pasar yang dikembangkan memiliki nilai ekonomis tinggi, teknologi pembesarannya sudah bisa dikuasai, permintaan luar negeri dan lokal yang tinggi dan dapat dikembangkan secara masal. Komoditas tersebut antara lain kerapu, kakap putih, bandeng, rumput laut, udang windu, udang vannamee dan lobster.

3. Pengembangan Usaha
Dalam kaitan ini, maka pendekatan pengembangan usaha budidaya dilakukan melalui :
a. Pola Swadaya
Pola ini diarahkan bagi pembudidaya yang secara mandiri memiliki kemampuan teknis dan permodalan untuk membangun dan mengembangkan kawasan usaha budidaya
b. Pola UPP
Pola ini dikembangkan dalam rangka membantu pembudidaya ikan skala kecil agar memiliki kemampuan teknis dan permodalan sehingga dapat meningkatkan usahanya. Pembudidaya diarahkan untuk bergabung dalam wadah kelompok dan sebagai wadah pembina dan pelayanan pengembangannya dibentuk Unit Pelayanan Pengembangan disetiap kabupaten/kota.
c. Pola Kemitraan
Pola ini diarahkan bagi usaha budidaya ikan skala besar. Pola kemitraan ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui hubungan saling menguntungkan dan menghidupi antara inti dan plasma.

Menindak lanjuti arah dan pendekatan kebijakan yang diambil, maka program kegiatan yang ditempuh adalah :
1. Pengembangan Sistem Sarana dan Prasarana Perikanan Budidaya
Kegiatan pokok strategis yang dilakukan yaitu :
a. Penyusunan regulasi pengembangan kawasan dan pengelolaannya
b. Penyusunan perencanaan kebutuhan sarana dan prasasrana
c. Melengkapi dan menyempurnakan melalui pelaksanaan konstruksi pembangunan/rehabilitasi prasarana budidaya.
2. Pengembangan Sistem Produksi
Kegiatan pokok strategis yang dilakukan yaitu :
a. Meningkatkan ketersediaan sarana pendukung produksi (benih, pakan, obat-obatan dan lain-lain) perikanan budidaya
b. Mengembangkan ketersediaan sarana produksi yang murah
3. Pengembangan Sistem Usaha dan Permodalan
Kegiatan pokok strategis yang dilakukan yaitu :
a. Pengembangan sistem permodalan yang mudah diakses bagi pembudidaya
b. Pengembangan kelembagaan kelompok dan UPP
c. Penempatan Tenaga Pendamping Teknologi (TPT)
d. Pelatihan Pembudidaya Ikan
e. Pengembangan kimitraan usaha skala besar, menengah dan kecil
f. Pengembangan sistem informasi pasar komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi
4. Pengembangan Sistem Kesehatan Lingkungan dan Ikan
Kegiatan pokok strategis yang dilakukan yaitu :
a. Rehabilitasi dan pemulihan lingkungan kawasan budidaya yang terdegradasi akibat pembukaan lahan
b. Monitoring dan pengendalian hama & penyakit ikan
c. Monitoring dan evaluasi peredaran dan penggunaan obat ikan dan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan

3.3. Pengembangan Usaha Industri Galangan Kapal Ikan

Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar armada kapal ikan milik nelayan Kalimantan Barat terbuat dari kayu. Ada beberapa alasan kenapa nelayan Kalimantan Barat memilih bahan dasar kontruksi kapal ikannya dari kayu antara lain adalah;
• Bahan dasar dari kayu mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibanding plat besi baja maupun fibre glass sehingga dapat menekan biaya (cost) setiap pembuatan per unit kapal ikan .
• Nelayan Kalimantan Barat sudah terbiasa melakukan sendiri kegiatan perawatan dan perbaikan terhadap kapal ikannya yang terbuat dari kayu.
• Galangan kapal rakyat yang tersedia di PPI atau sentra - sentra pendaratan ikan adalah pada umumnya khusus untuk pembuatan, perawatan dan perbaikan kapal – kapal ikan yang terbuat dari kayu.
Disamping memiliki beberapa keunggulan seperti tersebut diatas, kapal ikan terbuat dari kayu membutuhkan perawatan rutin lebih ekstra dibanding kapal ikan terbuat dari besi atau fibre glass karena sifat kayu yang mudah lapuk dan rusak. Pada umumnya setiap tiga - empat bulan sekali kapal ikan terbuat dari kayu membutuhkan perawatan rutin berupa pencucian lambung kapal dari tritip, pemanasan lambung kapal untuk membunuh kapang, pengecetan dan perawatan rutin kapal ikan lainnya.
Pada saat ini jumlah pusat pendaratan ikan sebagai sentra kegiatan nelayan yang berada disepanjang pesisir Kalimantan Barat adalah 27 unit, yang terdiri dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebanyak 25 unit, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) 1 unit (PPN Pemangkat) dan Pelabuhan Perikanan Pantai 1 unit (PPP Teluk Batang). Namun sampai dengan saat ini dukungan fasilitas sarana dan prasarana berupa galangan kapal ikan, bengkel, toko perlengkapan nelayan jumlahnya masih terbatas dan berada di ibu kota Kab/Kota dan Provinsi. Pada Tabel 6 diperlihatkan jumlah galangan kapal ikan tradisional Kalimantan Barat.
Keterbatasan jumlah galangan kapal ikan yang ada sekarang ini menyebabkan biaya pembuatan, perawatan dan perbaikan kapal ikan milik nelayan menjadi mahal, karena setiap pemesanan kapal ikan baru, perawatan maupun perbaikan harus keluar dari daerah asal nelayan bertempat tinggal dan tempat dimana mereka melakukan aktifitas usahanya. Dengan adanya rencana pengembangan industri galangan kapal ikan baik tradisional maupun modern yang tersebar keseluruh wilayah pusat-pusat pendaratan ikan dengan jumlah yang memadai diharapkan biaya pengadaan per unit kapal ikan, biaya perawatan maupun biaya perbaikan kapal menjadi lebih murah sehingga nelayan Kalimantan Barat dapat terbantu dalam hal pengurangan biaya operasional dan dapat menjalankan usahanya dengan lebih lancar.

3.4. Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

3.4.1. Pengembangan alat tangkap ikan Set Net (Belat, Togo, Ambai, Jermal)

Sebagian wilayah pantai Kalimantan Barat mempunyai tipe landai dengan dasar berpasir dan berlumpur. Perairan laut Kalimantan Barat juga mempunyai selisih pasang surut rata-rata antara 1 s/d 1,8 meter. Perbedaan pasang-surut air laut yang cukup tajam tersebut sangat menguntungkan bagi nelayan disepanjang perairan pantai Kalimantan Barat yang menggunakan alat tangkap ikan kelompok set net (belat, togo, ambai, jermal). Target ikan hasil tangkapan alat tangkap set net (belat, togo, ambai dan jermal) adalah jenis-jenis ikan demersal, teri dan udang yang bergerak menuju arah daratan pada saat air pasang dan terbawa arus air ke arah laut pada saat air surut. Kelompok alat tangkap ikan setnet tersebut adalah salah satu jenis alat tangkap berbentuk perangkap yang bekerja efektif pada saat air surut dan merupakan alat tangkap ramah lingkungan.
Pengembangan dan modernisasi kelompok alat tangkap setnet (belat, togo, ambai dan jermal) menjadi alat tangkap jenis setnet sangat penting guna meningkatkan efisiensi dan produktifitas hasil tangkapan ikan para nelayan. Dibawah ini pada Tabel 7 diperlihatkan kontruksi kelompok alat tangkap ikan setnet yang dimiliki oleh nelayan Kalimantan Barat.

No NAMA ALAT TANGKAP BAHAN UTAMA
ALAT TANGKAP DAYA TAHAN SIFAT PRODUKTIFITAS
1 Ambai Bambu, nibung, webbing Cepat rusak Stasioner Rendah - sedang
2 Jermal Bambu, nibung, webbing Cepat rusak Stasioner Rendah-sedang
3 Belat Bambu, nibung Cepat rusak stasioner Rendah-sedang
4 Togo Bambu, nibung Cepat rusak satsioner Rendah-sedang
Penyebaran alat tangkap kelompok setnet yaitu jenis ambai, jermal, belat dan togo sebagian besar berada diwilayah perairan Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya. Alat tangkap jermal dan ambai biasanya dioperasikan dimuara-muara sungai untuk menangkap anak ikan, udang dan ikan teri. Pengoperasian alat tangkap belat dan togo pada umumnya dioperasikan diperairan pantai dengan kedalaman antara 10 s/d 20 meter.
Pengembangan dan modernisasi alat tangkap ikan jenis jermal, ambai, belat dan togo yang dioperasikan oleh para nelayan adalah bertujuan untuk meningkatkan produktifitas hasil tangkapan dan efisiensi biaya perawatan karena mobilitasnya dan dapat dipasang pada perairan yang lebih dalam. Pada Tabel 8 dibawah ini diperlihatkan pengembangan dan modernisasi alat tangkap jermal, ambai, belat dan togo.
Tabel 8. Pengembangan dan modernisasi alat tangkap jenis setnet
NO NAMA ALAT TANGKAP BAHAN UTAMA ALAT TANGKAP DAYA TAHAN SIFAT PRODUKTIVITAS PELUANG PENAMBAHAN ALAT
(INVESTASI)
1 Ambai Webbing, bambu, nibung Tahan lama Dapat dipindahkan Sedang-tinggi Terbatas, dimuara sungai yang dangkal
2 Belat Webbing, nibung, bambu Tahan lama Dapat dipindahkan Sedang-tinggi Masih luas, menyebar ke seluruh perairan pantai Kalbar

3 Jermal Webbing, nibung, bambu Tahan lama Dapat dipindahkan Sedang-tinggi Masih luas ke seluruh perairan muara dan pantai Kalbar
4 Togo Webbing, nibung, bambu Tahan lama Dapat dipindahkan Sedang-tinggi Masih luas ke seluruh perairan pantai Kalbar

Kawasan pengembangan dan modernisasi alat tangkap jermal, belat, ambai dan togo dalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktifitas penangkapan dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.

NO NAMA ALAT KAWASAN (CLUSTER) PENGEMBANGAN USAHA TAMBAHAN DGN
ALAT TANGKAP IKAN TSB
1 Ambai Muara Sungai Kakap Jaring apung, wisata pemancingan
2 Jermal Muara Kubu Jaring apung, wisata pemancingan
3 Belat Perairan Pantai Sui Kakap, Tj. Saleh Wisata pemancingan
4 Togo Perairan pantai Kuala mempawah -
Pengembangan usaha tambahan pada kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap ikan jenis ambai, jermal dan belat dengan kegiatan budidaya ikan di jaring apung sangat dimungkinkan, karena kontruksi jaring apung yang berada dekat alat tangkap Jermal maupun ambai dapat dijadikan sebagai kolam pembesaran ikan dari jenis -jenis ikan ekonomis penting yang tertangkap oleh jermal atau ambai tetapi masih berukuran kecil atau secara ekonomi belum menguntungkan. Ketersediaan ikan rucah sebagai sumber pakan dapat dihasilkan setiap saat oleh alat tangkap ikan tersebut, sehingga kegiatan budidaya pembesaran ikan dalam jaring apung tersebut akan sangat memberikan menguntungkan bagi nelayan.
Pengembangan wisata pemancingan di atas bangunan jermal atau ambai, guna meningkatkan pendapatan nelayan dan sekaligus kampanye bagi masyarakat luas untuk lebih menyayangi lingkungan laut sangat terbuka luas. Penyediaan bangunan untuk berteduh, tempat beristirahat, jasa penyediaan minuman dan makanan ikan segar oleh nelayan di atas jermal atau ambai pasti akan dihargai tersendiri oleh para wisatawan pemancingan dan dapat dipastikan dapat memberikan keuntungan ganda bagi nelayan.


3.4.2. Pengembangan alat tangkap ikan Bagan

Alat tangkap ikan jenis bagan banyak digunakan oleh nelayan di wilayah perairan kepulauan Lemukutan. Target penangkapan ikan alat tangkap jenis bagan adalah ikan teri. Sampai dengan saat ini sebagian besar masyarakat yang tinggal di pulau Lemukutan dan sekitarnya menggunakan bagan dan sebagian kecil lainnya menangkap ikan menggunakan jaring gillnet dan pancing. Alat tangkap jenis bagan dapat dioperasikan diwilayah perairan lainnya di Kalimantan Barat yang terlindung dan tenang. Salah satu keunggulan alat tangkap ikan jenis bagan adalah ramah lingkungan dan hemat energi bahan bakar. Pada Tabel 10 di bawah ini ditampilkan pengembangan alat tangkap ikan jenis bagan.


NO NAMA ALAT TANGKAP LAMPU PENERANGAN SAAT INI PENGEMBANGAN LAMPU PENERANGAN KAWASAN (CLUSTER) PENGEMBANGAN PELUANG PENAMBAHAN ALAT TANGKAP

1 Bagan
Petromak (menggunakan minyak tanah) Lacuba (menggunakan energi listrik) Perairan kepulauan Lemukutan, P.Datuk, Kep. Karimata Masih terbuka luas ke wilayah perairan teluk & kepulauan Kalbar

3.4.3. Pengembangan rumpon buatan sebagai alat bantu penangkapan ikan dengan alat tangkap gill net, mini purse seine dan pancing
Rumpon buatan adalah habitat ikan tiruan yang terbuat dari berbagai macam bahan, bisa dari daun kelapa, ban bekas, bahkan kendaraan-kendaraan (mobil, becak, dll) bekas, dipasang di perairan laut untuk memancing ikan berkumpul, mencari makan dan berlindung dari serangan predator. Rumpon sangat membantu nelayan dalam upaya memperoleh ikan hasil tangkapan yang lebih besar. Disamping itu, penggunaan rumpon dapat menghemat penggunaan BBM karena nelayan memiliki daerah penangkapan (fishing ground) yang tetap. Sampai dengan saat ini penggunaan rumpon belum begitu familiar dan belum banyak digunakan oleh nelayan Kalimantan Barat. Pada Tabel 11 ditampilkan daerah pengembangan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan nelayan Kalimantan Barat.


NO NAMA ALAT FUNGSI ALAT TANGKAP UTAMA KAWASAN (CLUSTER) PENGEMBANGAN PELUANG PENGEMBANGAN ALAT RUMPON

1 Rumpon buatan Pengumpul ikan Gill net, purse seine, pancing Perairan laut Kab. Sambas, Kab. Pontianak, Kab. Kubu Raya dan Kab. Ketapang Masih terbuka luas ke seluruh perairan laut Kalbar


3.4.4. Pengembangan usaha penangkapan ikan di perairan laut nusantara (di atas 12 mill laut)

Pengembangan usaha penangkapan ikan di perairan laut nusantara di atas 12 mill laut dan di laut Cina Selatan yang memiliki stading stock sumberdaya ikan cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal sangat perlu untuk didorong dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat Kalimantan Barat. Sampai dengan saat ini, armada kapal perikanan asal Kalimantan Barat pada umumnya melakukan penangkapan ikan di perairan pantai, sehingga menyebabkan perairan pantai Kalimantan Barat mengalami degradasi sumberdaya ikan yang sangat cepat. Untuk dapat mencapai daerah penangkapan di perairan laut nusantara, maka ukuran dan mesin kapal ikan nelayan Kalimantan Barat harus diperbesar, alat tangkap ikan nelayan harus dimodernisasi, alat bantu navigasi harus dilengkapi dan ABK harus terampil. Pada Tabel 12 di bawah ini diperlihatkan pusat pengembangan penangkapan ikan di perairan nusantara.

NO ALAT TANGKAP DAERAH PENANGKAPAN KAWASAN (CLUSTER) BASIS PENDARATAN IKAN PELUANG PENGEMBANGAN ARMADA KAPAL IKAN

1 Gill net Laut Cina Selatan (perairan laut nusantara) Pelabuhan ikan Pemangkat, Sui Rengas, Sui Kakap, Kl. Mempawah, Kendawangan Masih terbuka luas dengan daerah operasi perairan nusantara dan ZEE
2 Purse Seine Laut Cina Selatan (perairan laut nusantara) Pelabuhan ikan Pemangkat, Sui Rengas, Kl. Mempawah, Kendawangan Masih terbuka luas dengan daerah operasi perairan nusantara dan ZEE


3.5. Daerah perlindungan laut (marine protected area)

Daerah perlindungan laut adalah wilayah pesisir dan laut yang dilindungi dan dilarang melakukan eksploitasi di wilayah ini karena alasan untuk menjaga keseimbangan dan perlindungan keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang ada didalamnya dari kerusakan dan kepunahan. Daerah perlindungan laut (marine protected area) dapat berupa kawasan hutan mangrove di wilayah pesisir, kawasan perairan yang didalamnya terdapat ekosistem terumbu karang (coral reef), kawasan perairan yang didalamnya tumbuh subur padang lamun (sea grass), berupa gugusan pulau-pulau kecil, dan berupa kawasan perairan laut lainnya yang telah diatur oleh berdasarkan ketentuan perundang-undangan atau kearifan masyarakat setempat.
Daerah perlindungan laut (marine protected area) secara ekologi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam upaya meningkatkan stok sumberdaya ikan, meningkatkan komposisi umur dan ukuran sumberdaya ikan, jumlah biomasa yang melakukan pemijahan, produktifitas penangkapan ikan dan meningkatkan kesuburan dan kelestarian wilayah tersebut. Pada saat ini ada beberapa wilayah pesisir dan laut Kalimantan Barat yang perlu mendapat perhatian serius untuk dilakukan proteksi sebagai daerah perlindungan laut (marine protected area). Pada Tabel 13 diperlihatkan kawasan pesisir yang perlu mendapatkan proteksi sebagai daerah perlindungan laut.

KAWASAN / LOKASI FUNGSI TUJUAN EKOLOGI KOMUNITAS NELAYAN YANG DAPAT MANFAAT

1 Hutan mangrove muara Kubu dan Padang Tikar Daerah perlindungan laut Menjamin ketersediaan bahan organik sbg sumber makan udang rebon, anak ikan, teri, ikan-ikan muara dan sebagai daerah asuhan dan pemijahan ikan

Menjamin terjaganya kualitas air muara dari pencemaran Nelayan Jermal, gillnet, pancing di muara Kubu dan Padang Tikar yang dikenal sebagai daerah produsen udang rebon dan ikan teri

Pembudidaya ikan kerapu jaring apung di muara Kubu dan padang Tikar

2 Hutan mangrove muara Sui Kakap Daerah perlindungan laut Menjamin ketersediaan bahan organik sbg sumber makan udang rebon, udang putih, anak ikan, teri, ikan-ikan muara, udang galah dan sebagai daerah asuhan dan pemijahan ikan
Nelayan Ambe dan rompong di muara Sungai kakap yang berjumlah lebih dari 100 orang
Muara sungai kakap dikenal sebagai produsen udang ambe dan udang galah

3 Hutan mangrove Kep. Karimata Daerah perlindungan laut Menjamin ketersediaan bahan organik sbg sumber makan udang rebon, anak ikan, teri, ikan-ikan muara dan sebagai daerah asuhan dan pemijahan ikan
Nelayan yang melakukan penangkapan ikan dan udang di perairan Kep. Karimata
4 Wilayah pesisir & Perairan Kepulauan Lemukutan dengan terumbu karangnya Daerah perlindungan laut Menjamin ketersediaan bahan organik sbg sumber makan udang rebon, anak ikan, teri, ikan-ikan muara dan sebagai daerah asuhan dan pemijahan ikan
Nelayan bagan yang melakukan penangkan ikan teri diwilayah perairan Kep. Lemukutan, dan nelayan lainnya
5 Wilayah pesisir dan laut lainnya di Kalimantan Barat yang telah mengalami degradasi & kerusakan Perlu dilakukan rehabilitasi kawasan untuk memulihkan kesuburan perairan

3.6. Pengembangan kawasan usaha pengolahan hasil perikanan

Tujuan yang ingin diperoleh dari usaha pengolahan hasil perikanan adalah upaya meningkatkan nilai tambah sebelum sampai ke tangan konsumen, dengan cara mempertahankan mutu melalui pendinginan, pengeringan, pengasapan atau merubah seluruh tekstur ikan menjadi bahan olahan antara sehingga upaya tersebut akan mendatangkan keuntungan. Pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan berdasarkan kawasan akan memiliki nilai positif terutama akan memberi kemudahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring, akan memunculkan ciri khas nilai cita rasa, kualitas produk dan pangsa pasar yang beragam. Pada Tabel 14 diperlihatkan pengembangan kawasan usaha pengolahan hasil perikanan Kalimantan Barat.


USAHA PENGOLAHAN KETERSEDIAAN BAHAN BAKU KAWASAN PENGEMBANGAN USAHA PERMINTAAN PASAR

1 Udang rebon Melimpah Padang Tikar, Muara Kubu Tinggi
2 Teri nasi Melimpah Padang Tikar, Muara Kubu, P. Lemukutan, Ketapang Tinggi
3 Udang ebi Melimpah Muara kubu, Padang Tikar, Sui kakap, Sepok , Telok Pakedai, Kl. Mempawah Tinggi
4 Ikan Tipis Melimpah Sui kakap, Sepok Laut Tinggi
5 Ikan asin Melimpah
Sui kakap, Padang Tikar, M. Kubu, Sepok Laut, Tl. Pakedai, Ketapang, Kl. Mempawah, Pemangkat Tinggi
6 Terasi Melimpah Sui Kakap, Padang Tikar, Muara Kubu, Singkawang Tinggi
7 Kerupuk ikan, kerupuk udang Melimpah Sui Kakap, Kl. Mempawah, Pd. Tikar Tinggi
8 Udang dan ikan beku segar Cukup Pontianak, Ketapang (cold storage), Pemangkat Tinggi


3.7. Pengembangan kawasan sentra pemasaran hasil perikanan
Salah satu faktor terpenting dalam kegiatan ekonomi, tidak terlepas usaha di sektor perikanan adalah pasar. Pasar adalah tempat bertemunya dan tempat terjadinya transaksi antara produsen yang menawarkan barang dagangannya dengan konsumen atau pembeli. Tanpa adanya pasar maka produsen dalam hal ini nelayan atau pengusaha perikanan akan mengalami kesulitan dalam memasarkan barang dagangannya. Dalam upaya memfasilitasi para pengusaha perikanan asal Kalimantan Barat, pengembangan kawasan sebagai sentra pemasaran hasil perikanan menjadi sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat Kalimantan Barat. Pada Tabel 15 diperlihatkan pengembangan kawasan sebagai sentra pemasaran hasil perikanan Kalimantan Barat.

TIPE PASAR JENIS KOMODITI KAWASAN PENGEMBANGAN

1 Pasar ikan tradisional Ikan hidup, Ikan segar & ikan olahan PPI, Ibu kota Kec se-Kalbar
2 Pasar ikan semi modern Ikan hidup, Ikan segar & ikan olahan Ibu kota Kab/Kota
3 Pasar Ikan Hiegienes Ikan hidup, Ikan segar & Ikan olahan Ibu kota provinsi (Pontianak)
4 Pusat jajanan dan Kuliner serba sea food Masakan kuliner berbahan baku ikan segar atau olahan Kawasan wisata pesisir se-Kalbar ( Sui kakap, Sui Kunyit, Pemangkat, Pontianak, Ketapang, Singkawang)


BAB IV. PROYEKSI PENCAPAIAN DEVISA DARI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Perolehan devisa Provinsi Kalimantan Barat dari sektor kelautan dan perikanan pada saat ini lebih didominasi dari ekspor udang beku segar dari industri cold storage yang ada di kota Pontianak, kemudian ikan beku segar, ikan konsumsi hidup, sirip hiu dan ikan hias. Negara tujuan ekspor hasil perikanan asal Kalimantan Barat adalah Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, Jepang, Hongkong, Cina, Belgia, Jerman, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat lainnya. Nilai ekspor komoditas hasil perikanan asal Kalimantan Barat pada tahun 2007 adalah $. 4. 356.800. Proyeksi pencapaian ekspor hasil perikanan dan industri jasa pariwisata berbasis kelautan dan perikanan (ecomarine tourism) apabila fasilitas prasarana pendukung dapat terpenuhi dapat dilihat pada Tabel 16 dibawah ini.
Tabel 16. Proyeksi perolehan devisa produksi hasil perikanan dan industri jasa pariwisata berbasis kelautan dan perikanan (ecomarine tourism)

BAB V. PENUTUP

Provinsi Kalimantan Barat dengan potensi sumberdaya pesisir dan lautnya yang melimpah sudah selayaknya mampu menyediakan penghidupan dan perekonomian yang lebih baik bagi masyarakatnya. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena semua potensi sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut di wilayah ini mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Standing stock sumberdaya ikan laut yang melimpah, rimbunan hutan mangrove yang tumbuh subur disepanjang pantai Kalbar, sebaran terumbu karang yang luas, muara-muara sungai yang membentang, teluk dan pulau-pulau kecil adalah kekayaan yang sampai dengan saat ini belum maksimal diolah dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Untuk dapat mengelola kekayaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara optimal, dibutuhkan kerja keras pemerintah berserta masyarakatnya yang didukung oleh perencanaan dan program pembangunan kelautan dan perikanan yang matang, terarah, berorientasi jangka panjang dan dapat mengakomodasi, memberi solusi berbagai isu dan permasalahan kemiskinan dilapangan.


REFERENSI

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Gramedia, Jakarta
Dahuri,R. Rais Y, Ginting, S.P dan Sitepu,MJ. 2004. Pengelolaan Simberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta
DKP Prov. Kalbar. 2006. Statistik Perikanan Tangkap
LIPI dan BRKP. 2001. Potensi sumberdaya perikanan Laut Cina Selatan
Nybakken, JW. 1982. Marine Biology: An Ecological Aproach. Penerjemah M Eidman dkk, 1988. Gramedia, Jakarta
Snedaker, S.C. 1987. Mangrove; Their value and Preparation. Nat and Resources. UNESCO, Paris.14:6-13